Renungan Harian / Mabiga, 20 Februari 2021
Matius 10 : 39
Bahasa Indonesia
“Barangsiapa mempertahankan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, dan barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya.”
Bahasa Batak
“Ai na marhamaolhon ngoluna, ngolu ni i do mago sogot; alai na sumaeahon ngoluna ala ni Ahu, i do jumpang ngolu sogot.”
Manusia yang siap untuk menghadapi kehidupan yang akan datang ialah manusia yang paling tidak terikat pada kehidupan sekarang. Inilah tujuan dari kehidupan orang Kristen yang telah menerima Kristus dalam hidupnya. Apapun yang telah diterimanya di saat ini, bukan menjadi ikatan yang kekal bagi hidupnya.
Ini mungkin bisa kita sebut sebagai salah satu konsekuensi dalam mengikut Yesus. Nats hari ini menekankan akan apa yang paling prioritas dalam hidup kita. Bila kita melihat dari ayat 34 sampai dengan ayat 42 di perikop ini, merupakan penggalan akan penyampaian Yesus kepada orang percaya untuk dapat memprioritaskan Yesus dalam hidupnya. Bila kita bersinggungan dengan kata prioritas ini, kita akan terlebih dahulu melihat apa yang benar-benar kita butuhkan di diri kita.
Jujur saja, tidak ada diantara kita yang mau melepaskan sesuatu yang kita rasa menyenangkan diri kita hanya untuk menderita. Padahal panggilan menjadi Kristen yang paling mendasar ialah memikul salib. Salib dalam pandangan dunia ialah dunia penderitaan, karena memang salib menuntut kita untuk mau memikulnya dalam apapun keadaan hidup kita. Adakah diantara kita yang mau lebih memilih melepaskan kenyamanan hanya untuk memikul salib sesungguhnya? Ayat 39 ini, adalah lanjutan dan penjelasan apa konsekuensi memikul salib (ayat 38).
Kita harus benar memahami tuntutan Yesus pada teks ini, memang sangat sulit bagi kita untuk memprioritaskan Tuhan dalam hidup kita. Terkadang kita diperhadapkan dengan situasi penderitaan realitas hidup yang seolah-olah mau memaksa kita mengubah prioritas kita. Tapi inilah kenyataan dari tuntutan Kristen sejati, dan bila kita membaca nats hari ini, tidak hanya persoalan apa yang penting dari kehidupan, tetapi lebih dari itu.
Bila kita menyadari bahwa nyawa kita adalah tidak milik kita, maka nyawa kita ini juga harus kita abdikan kepada yang memiliki. Ini menyadarkan kita bahwa, kita tidak kekurangan alasan untuk benar menyerahkan nyawa kita, hidup kita, semua proses kehidupan kita pada Tuhan. Apapun konsekuensinya, apapun yang akan terjadi, mau atau tidak, sebagai orang yang benar mengingat nyawa ini adalah milikNya, kita harus memprioritaskan Dia dalam setiap lini kehidupan kita.
Mari, di aktivitas hari ini, baik yang bekerja dimanapun, baik yang dirumah, kiranya kita dimampukan Tuhan kita untuk mengimani, menghayatai, dan menghidupi firmanNya hari ini, Kelak kita akan menerima nyawa yang akan diberi di kehidupan yang kekal pada kita, dan kita juga tetap bersukacita di hari ini, Tuhan Yesus memberkati, Amin!
sumber: CPdt. Juanri Situmorang, S.Th (Calon Pendeta)